Tips Membeli Rumah Agar Tidak Bermasalah dan Cepat Serah Terima
Kasus mangkrak apartemen Meikarta mengungkap fakta bahwa konsumen lemah di mata hukum serta berpotensi ditindas pengembang. Terlebih, ekosistem properti Indonesia yang masih seperti hutan rimba. Megaproyek PT Mahkota Sentosa Utama (MSU) yang bernaung di Lippo Group ini awalnya digadang-gadang bakal memiliki 100 tower, dengan 35-46 lantai. Pemasarannya sangat masif padahal belum ada konstruksi yang dibangun. Proyek itu pun mangkrak. Unit apartemen gagal diserahkan PT MSU kepada pembeli meski dijanjikan rampung pada 2019.
Pengamat Properti Panangian Simanungkalit menegaskan hukum di Indonesia lemah mengenai perlindungan konsumen properti. Industri properti bak hutan rimba kalau urusan perlindungan konsumen. “Tidak ada hukum yang melindungi konsumen. Hutan rimba investasi di Indonesia ini memang betul-betul terjadi khususnya di bidang properti lebih mundur hukum atau sistemnya daripada di bidang keuangan,” jelasnya.
Menurutnya kunci utama agar pembeli bisa tenang dan aman saat membeli apartemen ataupun rumah adalah perbaikan aturan yang melindungi konsumen. Perlu ada kesetaraan antara konsumen dan pengembang sehingga pengembang nakal bisa ditindak hukum. Terlepas dari kekosongan hukum dan lemahnya implentasi perlindungan konsumen, ia membagi tips cermat membeli properti agar tak ambyar seperti kasus Meikarta.
Cek Lokasi dan Lingkungan Proyek
Carilah lokasi proyek perumahaan yang berada di lingkungan padat di mana sekitarnya sudah ada proyek perumahan lain yang dibangun bahkan sudah rampung. Meskipun perumahan seperti ini cenderung memiliki harga yang relatif mahal.
Perencana Keuangan OneShildt Consulting Imelda Tarigan menyarankan hal serupa. Calon pembeli harus mengenal betul lokasi dan lingkungan proyek. Buatlah daftar pertanyaan sebelum yakin membeli soal aksesibilitas baik jalan tol ataupun akses transportasi umum lainnya hingga fasilitas penunjang.
Perencana Keuangan Maryadi Santana juga menekankan pentingnya observasi lokasi dan lingkungan proyek apalagi jika ini adalah properti pertama dan bakal menjadi tempat tinggal utama. Cari tahu juga apakah daerah tersebut bebas banjir atau malah langganan tergenang.
Cek Reputasi Pengembang dan Status Tanah
Selain lokasi dan lingkungan proyek, Panangian mengatakan pembeli perlu cek kredibilitas pengembang. Siapa pengembangnya serta bagaimana reputasinya. Senada, ahli properti Steve Sudijanto menegaskan calon pembeli properti wajib melakukan legal review, termasuk jejak rekam developer di masa lalu. Selain itu, perhatikan status tanah dan bangunan, apakah berpotensi bermasalah atau tidak. Jangan lupa pastikan jaminan apa saja dari pihak developer apabila pembangunan bermasalah. Perencana keuangan Valencia Fabian mengatakan calon pembeli perlu belajar dari kasus Meikarta bahwa reputasi developer sangatlah penting. Ia menyarankan konsumen memastikan beberapa hal, seperti legalitas hingga jangka waktu pembangunan.
Hindari Janji Manis dan Promo Pengembang
Iklan Meikarta melekat di benak banyak orang. Iklan jor-joran menggempur televisi pada 2017 dengan slogan pemasaran “Aku ingin pindah Meikarta”. Lembaga riset Nielsen mencatat belanja iklan Meikarta di 2017 lebih dari Rp1,5 triliun. Panangian mengimbau konsumen tidak termakan mimpi surga ala branding pengembang. Maryadi bahkan mengkategorikan iklan jor-joran sebagai tanda bahaya alias red flag. Menurutnya, konsumen harus menggunakan logika ketika melihat penawaran paket yang terlalu wah. “Jika bonus atau iklan yang terlalu jor-joran, janji-janji di masa depannya terlalu manis, tapi dengan harga yang kelewat murah, maka ini bisa dijadikan red flag,” tegasnya.
Jangan Kejar Diskon dan Tanpa DP
Tawaran diskon yang tidak masuk akal perlu dihindari calon pembeli. Steve Sudijanto menyarankan lebih baik pembeli mengeluarkan uang dalam jumlah wajar ketika beli properti. “Lebih baik membeli properti dengan harga yang wajar pada saat hampir selesai dibangun dan sudah ada bank yang bisa memberikan fasilitas kredit pemilikan rumah (KPR) dan lain-lain daripada terburu-buru atau tergesa-gesa tetapi akhirnya menyesal gara-gara kejar diskon,” tegasnya.
Jangan Berspekulasi Pada Properti
Panangian mengatakan di tengah kekosongan hukum perlindungan konsumen, justeru banyak orang nekat saat membeli properti yang pembangunannya belum mulai. Ia menyarankan konsumen agak tidak berspekulasi. “Kalau beli barang yang belum jadi, itu namanya spekulasi, bukan investasi. Karena setengah bisa sesuai jadwal, setengah lagi nggak. Setengah bisa naik harganya, setengah bisa nggak. 50:50 persen semua, tetapi Indonesia banyak orang nekat beli saja,” ungkapnya. Ia menyayangkan tingginya permintaan properti dan minat investasi tidak diimbangi dengan lingkungan yang bagus untuk melindungi kepentingan investor maupun konsumen. Maka, ia meminta pemerintah membuat aturan yang mengikat dan berani menindak pengembang-pengembang nakal.
Minta Bantuan Profesional
Valencia Fabian menyarankan konsumen berdiskusi pihak profesional untuk mendapat bahan pertimbangan sebelum membeli properti. Pasalnya, analisis masa depan menjadi salah satu kunci penting dalam menentukan apakah harus membeli apartemen atau tidak. “Properti termasuk aset riil yang sifatnya tidak likuid, perhatikan berapa persen alokasi aset yang akan ada di properti tersebut. Perhatikan apakah Anda punya cukup dana darurat dan aset investasi lainnya untuk bisa memenuhi tujuan keuangan lainnya,” jelasnya.
Maryadi juga menyarankan konsumen melakukan financial check up sebelum memutuskan sebuah rencana keuangan jangka panjang, seperti membeli rumah atau apartemen. Jika tujuannya investasi, konsumen harus memastikan properti tersebut akan punya nilai jual bagus di masa depan. Selain itu, perhitungkan tingkat risikonya, apakah siap untuk terima dengan kemungkinan terburuk seperti proyek gagal atau tidak.
Baca Klausul Pembelian
Imelda mengimbau calon pembeli membaca baik-baik klausul perjanjian jual beli yang disampaikan oleh penjual. Klausul perjanjian menjadi sangat penting untuk pembelian rumah atau apartemen yang masih dalam taraf pembangunan. “Perhatikan baik-baik jaminan apa yang bisa dipegang oleh pembeli seandainya pengembang wanprestasi. Semua hal ini harus tertulis jelas. Jangan seperti membeli kucing dalam karung, hanya karena tergiur iklan pengembang sudah sangat populer atau hanya karena saran influencer ataupun artis yang dibayar untuk iklan” ujarnya.
Beli Melalui KPR Bank dan Bukan Cicilan Developer
Ahli properti Steve Sudijanto mengatakan calon membeli juga harus melakukan market review. Konsumen bisa cek kepada pihak bank seperti bank BTN apakah bisa mengajukan kredit atau pinjaman atas properti tersebut.
“Biasanya pihak bank mempunyai analisis pasar dan risiko yang cukup jeli. Kalau dijual atau disewakan, apakah properti tersebut masih diminati,” tuturnya. Imelda sepakat kredit melalui bank akan lebih aman ketimbang beli mencicil kepada pengembang langsung. Pasalnya, bank punya standar legalitas untuk melindungi kepentingannya sedangkan pengembang bukanlah lembaga yang secara legal diperbolehkan untuk memberikan pinjaman cicilan kepada konsumen sehingga tidak ada jaminan hukum kepada konsumen yang telah mencicil bila suatu saat pengembang wanprestasi. Maryadi mengingatkan cicilan kepada bank pun harus diperhitungkan matang. Jangan sampai besaran cicilan malah memberatkan konsumen di masa mendatang.
Jangan Beli Kavling dan Rumah Iden
Poin ini adalah cara paling aman dan direkomendasikan untuk calon pembeli apartemen agar terhindar dari kasus penipuan. “Setelah penyerahan kunci ke orang-orang, sudah banyak yang menerima unit, baru beli. Kan pasti selalu ada unitnya, belum tentu terjual semua,” ujar Panangian. Saran serupa dilontarkan Imelda. Lebih aman membeli properti yang sudah jadi 100 persen daripada yang masih dalam tahap pembangunan meskipun pada tahap ini biasanya harga sudah naik hingga 30 persen tapi aman
“Harganya pasti lebih mahal tapi lebih aman. Lalu langsung mintakan sertifikat hak milik atau hak guna bangunan atas satuan rumah susun (SHMSRS/HGB milik). Kalau apartemen dibangun di atas tanah negara maka sertifikatnya Sertifikat Kepemilikan Bangunan Gedung (SKBG)” tutur Imelda. Steve Sudijanto mengingatkan konsumen tak buru-buru beli sebelum jika perizinannya belum lengkap, misalnya belum ada izin mendirikan bangunan (IMB).