JHT Kini Dapat Dipakai Untuk DP Uang Muka Rumah KPR

JHT Kini Dapat Dipakai Untuk DP Uang Muka Rumah KPR

Buruh mendapatkan harapan baru dari pemerintah untuk memenuhi kebutuhan rumah atau papan mereka. Harapan diberikan Kementerian Ketenagakerjaan melalui penerbitan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 17 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 35 Tahun 2016 tentang Tata Cara Pemberian, Persyaratan dan Jenis Manfaat Layanan Tambahan Dalam Program Jaminan Hari Tua.

Dalam beleid yang diteken Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah pada 29 September lalu itu, harapan baru diberikan lewat 3 Manfaat Layanan Tambahan (MLT) Program Jaminan Hari Tua (MLT).

  1. Pertama, fasilitas Pembiayaan Uang Muka Perumahan (PUMP)
  2. Fasilitas kedua, KPR
  3. Sementara ketiga, Pinjaman Renovasi Perumahan (PRP). Fasilitas diberikan melalui Himpunan Bank Negara (Himbara) , bank daerah yang telah menjalin kerja sama dengan BPJamsostek dan Asosiasi Bank Daerah (Asbanda).

Fasilitas itu diberikan dengan suku bunga paling tinggi 5 persen di atas tingkat suku bunga Bank Indonesia Repo Rate 7 (tujuh) hari (BI 7 DayReverse Repo Rate). Nah, untuk bisa mendapatkan fasilitas itu, beleid itu mengatur beberapa syarat yang harus dipenuhi pekerja. Syarat itu antara lain, sudah terdaftar menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan selama minimal 1 tahun, tempat bekerja tertib administrasi kepesertaan dan pembayaran iuran.

Syarat lain, pekerja belum memiliki rumah sendiri yang dibuktikan dengan surat pernyataan bermaterai cukup, aktif membayar iuran kepesertaan dan telah mendapat persetujuan dari BPJamsostek terkait persyaratan kepesertaan. Selain itu, pekerja juga harus memenuhi syarat dan ketentuan yang berlaku pada bank penyalur dan OJK. Untuk mendapatkan fasilitas itu, pekerja tinggal mengajukan permohonan ke bank penyalur program.

Selanjutnya bank akan melakukan verifikasi data pekerja. Jika peserta lolos verifikasi, bank penyalur akan mengirimkan surat dan fotokopi peserta ke kantor cabang BPJamsostek. Setelah itu, BPJamsostek akan memverifikasi kepesertaan pekerja. Dan kalau lolos, BPJS Ketenagakerjaan akan mengirimkan formulir persetujuan ke bank penyalur untuk kemudian dilakukan akad kreditnya.

Pps Deputi Direktur Humas dan Antar Lembaga BPJamsostek Dian Agung Senoaji mengatakan layanan tambahan tersebut diberikan supaya Program Jaminan Hari Tua bisa yang selama ini hanya bisa dinikmati pekerja saat memasuki usia tua, bisa dirasakan saat pekerja masih produktif. Dan sebenarnya, kalau diteliti lebih jauh, manfaat itu sudah diatur dan diberikan pemerintah sejak terbitnya Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 35 Tahun 2017 tentang Tata Cara Pemberian, Persyaratan, dan Jenis Manfaat Layanan Tambahan Program Jaminan Hari Tua.

Namun, ia mengatakan ada beberapa perubahan ketentuan yang diatur pemerintah dalam beleid baru itu.

  1. Pertama, soal fasilitas PUMP dan KPR. Dalam aturan lama, fasilitas ini diberikan berdasarkan analisa dan ketentuan yang berlaku di bank penyalur. Tidak ada pengaturan mengenai nominal pasti fasilitas PUMP. Sementara itu dalam Permenaker Nomor 17 Tahun 2021, besaran bantuan diatur secara jelas, yakni maksimal Rp 150 juta.
  2. Kedua, soal besaran fasilitas KPR. Dalam aturan lama, fasilitas diberikan berdasarkan harga rumah maksimal sebesar Rp 500 juta. Sementara itu dalam beleid baru, fasilitas diberikan berdasarkan besaran KPR maksimal Rp 500 juta.
  3. Ketiga, soal besaran PRP. Ia mengatakan dalam beleid lama, fasilitas PRP diberikan maksimal Rp 50 juta. Sementara itu dalam aturan baru, nominal fasilitas PRP dinaikkan jadi maksimal Rp 200 juta.

Ia menambahkan perubahan itu dilakukan demi menyiasati rendahnya serapan program MLTJHT. Data Kementerian Ketenagakerjaan, realisasi penyaluran MLT JHT memang belum begitu memuaskan. Pada 2017 misalnya, realisasi penyaluran rumah pekerja atau buruh melalui program MLT JHT ini hanya sebanyak 658 unit.

Selanjutnya, untuk 2018 sebanyak 1.385 dan 2019 sebanyak 398 unit. Bahkan pada 2020 kemarin, tidak ada buruh yang memanfaatkan fasilitas itu sama sekali. Ia menduga tingkat penyaluran yang rendah itu terjadi akibat besarnya selisih fasilitas bantuan yang diatur di dalam Permenaker Nomor 35 Tahun 2016 dengan harga rumah di lapangan. Akibat masalah itu, pekerja kurang meminati program tersebut.

“Dulu memang agak tersendat karena harga rumah dengan fasilitas yang ditawarkan dalam aturan tidak relevan, sehingga 2019, 2020 drop sekali realisasinya,” katanya. Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah mengatakan selain perbedaan soal nominal, pihaknya juga memasukkan beberapa ketentuan baru. Salah satunya soal perubahan skema fasilitas KPR.

“Untuk KPR ada penambahan skema baru berupa novasi. Dengan skema ini, peserta bisa ajukan pengalihan dari KPR umum jadi KPR MLT,” katanya saat memberikan sambutan dalam Akad Massal Kredit Rumah Pekerja.

Beda lain, penyesuaian suku bunga deposito sebagai dasar perhitungan suku bunga funding dan lending. Mengutip aturan lama, untuk funding, suku bunganya tidak diatur. Sementara itu kalau mengutip aturan baru, suku bunga penempatan deposito untuk mendukung penyaluran PUMP, KPR, dan PRP paling tinggi 2 persen di atas tingkat suku bunga Bank Indonesia Repo Rate 7 (tujuh) hari (BI 7 Day Reverse Repo Rate).

Sementara itu untuk suku bunga lending, dalam aturan lama suku bunga KPR, PUMP, dan PRP diatur paling tinggi 3 persen di atas tingkat suku bunga Bank Indonesia Repo Rate 7 (tujuh) hari (BI 7 Day Reverse Repo Rate). Dalam aturan baru, suku bunga yang dikenakan kepada peserta untuk PUMP, KPR, dan PRP paling tinggi 5 persen di atas tingkat suku bunga Bank Indonesia Repo Rate 7 (tujuh) hari (BI 7 Day Reverse Repo Rate).

Ida mengatakan perubahan pengaturan itu dilakukan demi memancing minat bank dalam menyalurkan fasilitas PUMP, KPR dan PRP. Selama ini, minat bank menyalurkan fasilitas itu masih kurang karena selisih margin yang didapat bank dari penyaluran itu cukup rendah.

“Penyaluran MLT JHT yang tak optimal, selama ini juga disebabkan kurang minatnya bank karena selisih margin bank yang rendah. Akibatnya, mereka lebih tertarik menyalurkan FLPP,” katanya. FLPP yang disebut Ida adalah Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan. Itu merupakan fasilitas pembiayaan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah yang dilaksanakan Kementerian PUPR dengan tingkat suku bunga maksimal 5 persen sepanjang jangka waktu cicilan.

Dian berharap perubahan aturan menteri ketenagakerjaan tersebut ke depan bisa memberikan angin segar kepada buruh untuk menggapai mimpi mereka dalam memiliki rumah. Pihaknya menargetkan dengan kebijakan itu, dalam waktu lima tahun ke depan realisasi program MLT JHT yang selama 4 tahun belakangan ini masih di bawah 3.000 unit bisa melejit jadi 25 ribu dengan jumlah dana tersalur Rp 5 triliun.

“Tapi prinsipnya, semakin banyak semakin besar dana JHT itu bisa dimanfaatkan langsung peserta, semakin banyak makin bagus,” katanya. Direktur Pengembangan Investasi BPJamsostek Edwin Ridwan mengatakan agar penyaluran program MLT JHT bisa maksimal pihaknya siap menyiagakan 325 kantor cabang BPJamsostek di seluruh Indonesia.

Sementara itu Ida berharap kehadiran revisi soal MLT JHT ini bisa meningkatkan produktivitas para buruh dalam bekerja. “Dengan miliki rumah sendiri harapannya produktivitas pekerja meningkat. Karena dengan itu, mereka tidak perlu berfikir lagi soal kemana harus tinggal,” katanya.

Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Kementerian Ketenagakerjaan Indah Anggoro Putri mengatakan peningkatan produktivitas pekerja melalui program tersebut tak hanya diharapkan terjadi pada buruh dengan status Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT) tapi juga yang berstatus Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT). “Karena MLT JHT ini bisa dimanfaatkan pekerja dengan status apapun, PKWT atau PKWTT, tapi memang ia harus ikut JHT selama setahun,” katanya dalam Konferensi Pers Soal Sosialiasi Permenaker Nomor 17 Tahun 2021 pada awal November lalu.

Revisi aturan itu disambut positif kalangan pekerja dan pengusaha. Presiden Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (ASPEK) Mirah Sumirat mengatakan fasilitas itu memberikan angin segar bagi buruh. Maklum, sekarang ini banyak buruh yang masih belum memiliki rumah. Data yang dimilikinya, untuk anggota ASPEK yang kini jumlahnya mencapai sekitar 100 ribuan pekerja saja, sekitar 80 persennya belum punya rumah.

Menurutnya kebijakan dan skema MLT JHT itu bisa memberi buruh beberapa alternatif pembiayaan untuk memiliki rumah, selain fasilitas FLPP, Subsidi Bantuan Uang Muka Rumah (SBUM), Bantuan Pembiayaan Perumahan Berbasis Tabungan (BP2BT) dan Tabungan Perumahan Rakyat (TAPERA) yang sudah disediakan pemerintah saat ini. “Ini tambahan betul, sangat membantu dan alternatif ke buruh untuk dapat punya rumah, karena tanpa kemudahan dan kalau bicara soal kemampuan beli, buruh pasti sulit beli rumah secara tunai,” katanya.

Sambutan positif juga disampaikan oleh Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia Hariyadi B Sukamdani. Ia mengatakan penggunaan dana JHT untuk pembiayaan perumahan pekerja sebenarnya sudah diamanatkan oleh Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2015 Tentang Pengelolaan Aset Jaminan Sosial Ketenagakerjaan.

Besaran pemanfaatan dana untuk kebutuhan perumahan buruh yang dibolehkan oleh beleid tersebut mencapai 30 persen. Ia mengatakan itu harus dimanfaatkan untuk membantu buruh dalam memenuhi kebutuhan papan mereka. Apalagi, berdasarkan data yang dimilikinya, kelolaan dana JHT BPJS Ketenagakerjaan sekarang ini sudah tembus Rp 450 triliun. Artinya, ada dana kelolaan JHT sebesar Rp 135 triliun yang bisa dimanfaatkan untuk membantu pekerja membeli rumah.

“Kelolaan Rp450 triliun itu cukup besar, aturan membolehkan. Tidak perlu dipakai semua, itu efeknya sudah besar,” katanya. Ia berharap keberadaan fasilitas ini nantinya bisa membuat buruh semakin produktif. “Pekerja bagi kami aset. Kalau dia punya rumah, kebutuhan dasarnya kan bisa terpenuhi, sudah pasti dia kerjanya tenang dan produktif,” katanya.

Meski menyambut positif, kalangan buruh tetap memberikan beberapa catatan terkait pelaksanaan program tersebut. Salah satunya, soal manfaat Program JHT. Ia sangat berharap pelaksanaan MLT JHT ini ke depannya tidak akan mengurangi manfaat program dan memberikan beban baru kepada buruh. Catatan lain, soal syarat.

Ia berharap pemerintah mempermudah syarat pekerja dalam memanfaatkan manfaat itu. Kemudahan syarat terutama ia minta bagi para pekerja kontrak maupun pegawai lepas yang tidak memiliki slip gaji. “Mereka yang belum punya kepastian, tolong pemerintah carikan solusi,” katanya. Catatan lain terkait bentuk fasilitas. Mirah berharap MLT JHT tidak berbentuk pinjaman bagi buruh. Menurutnya, kalau MLT JHT bentuknya fasilitas pinjaman, itu bisa menambah beban buruh.

“Pasalnya, mereka harus tetap mencicilnya,”katanya.